Mantan. Adalah sebuah istilah sebagai padanan ex atau eks yang tadinya sering diterjemahkan dengan bekas seperti “eks gubernur” menjadi “bekas gubernur”, “eks komandan” menjadi “bekas komandan”, “eks wartawan” menjadi “bekas wartawan”, dan lain-lain. Akan tetapi, kata bekas niscaya dianggap kurang cocok karena terhadap istri misalnya, rasanya tak pantas istri ada “bekas”-nya, sehingga istilah “bekas istri” terasa janggal.
Saat ini kata Mantan acap kita dengar keluar dari mulut para ABG ketika bicara tentang eks pasangannya. Tidak jarang banyak ABG yang sulit melupakan "mantan"nya. Apalagi ketika sang mantan mendadak populer atau malah menjadi selebritis. Fenomena inilah yang saat ini dirasakan segelintir masyarakat Indonesia. Mereka diajak untuk terus memperhatikan Sang Mantan. Karena sang mantan mendadak seleb didunia maya. Ya. Kita sedang berbicara tentang Mantan Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudoyono yang belakangan tweet-annya di twitter kerap mengundang reaksi para "fans"nya.
Adalah kicauan-kicauan SBY dari 4 November sampai 7 November yang menjadikan beliau "mendadak seleb" di twitter. Beliau mengutarakan persoalan yang menyangkut dirinya sendiri: dari isu penyadapan, demonstrasi di kediamannya di Kuningan hingga akun-akun Twitter palsu yang mengatasnamakan dirinya. Serial kicauan SBY itu melengkapi kicauan tunggal SBY pada 19 Januari yang mengeluhkan juru fitnah dan penyebar hoax merajalela.
Para pendukung SBY, atau yang pilihan politiknya dalam Pemilihan Gubernur DKI beririsan dengan pilihan politik SBY, tentu akan mengafirmasi kicauan-kicauan tersebut. Namun, bagi yang tidak atau setidaknya netral, serial kicauan SBY itu dengan cepat menjadi bahan yang empuk untuk diplesetkan.
Kicauan SBY pada 19 Januari 2017, “Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar "hoax" berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang? *SBY*”, menjadi bahan lelucon netizen. Kalimat “Ya Allah, Tuhan YME” dipakai oleh para netizen sebagai kalimat pembuka untuk menyampaikan berbagai hal: dari urusan sepakbola hingga macam-macam.
Hal serupa terjadi pada kicauan SBY pada 6 Februari, “Saya bertanya kpd Bapak Presiden & Kapolri, apakah saya tidak memiliki hak utk tinggal di negeri sendiri, dgn hak asasi yg saya miliki? *SBY*”. Kalimat pembuka “Saya bertanya kpd Bapak Presiden dan Kapolri”, langsung dipakai para netizen sebagai kalimat pembuka untuk mengicaukan, lagi-lagi, berbagai urusan: dari urusan sepakbola hingga macam-macam.
Untuk mengetahui ragam plesetan yang menggunakan “Ya Allah, Tuhan YME” dan “Saya bertanya kpd Bapak Presiden & Kapolri”, seseorang hanya perlu mengetikkan kalimat-kalimat di atas pada mesin pencari Twitter atau Facebook. Jumlahnya ribuan. Di jejaring media sosial lain, seperti Facebook, tangkapan layar atas plesetan-plesetan itu beredar dengan cepat. Rata-rata bernada candaan, tidak serius, kocak, dan main-main.
Dalam media sosial seperti di Twitter, jarak dan interaksi sosial bisa berlangsung dengan sangat liar, bahkan kadang bisa sangat jahat.
Tidak seperti konferensi pers atau pidato pada panggung kampanye, dalam dunia Twitter SBY tidak dilindungi pasukan pengamanan, tidak pula dilindungi norma atau etika sosial, juga tidak dilindungi oleh tim yang bisa menjadi benteng sebelum segala sesuatunya langsung mengenai SBY.
Di Twitter, akun SBY memang mendapatkan pengikut sampai 9,5 juta, dan ini jelas ada kaitannya dengan identitas SBY di dunia nyata sebagai mantan Presiden. Tapi sebagai pengguna Twitter, reputasi SBY sebagai mantan presiden tidak membuatnya otomatis jadi punya kekuatan dan pengaruh yang sama saat sedang berkicau. Pengaruhnya mungkin sama besarnya (diliput media setiap kali SBY berkicau), hanya saja respons yang muncul menerabas batas-batas hierarki di dunia nyata.
Netizen tidak perlu mengetuk pintu rumah SBY, mengirim pesan untuk berkunjung, atau membuat janji pertemuan. Semua bisa dilakukan sesaat setelah SBY muncul dalam kicauan Twitter. Tanggapan yang bermacam-macam bentuknya. Semua tersedia dalam ruang yang membuat SBY bisa sama levelnya dengan seorang selebtweet yang lain untuk bebas dikomentari bahkan leluasa diplesetkan dan menjadi lelucon.
Lebih rentan lagi, citra yang muncul dalam ruang siber seperti di Twitter ini akan menjadi realitas yang berdiri sendiri. Information as reality. Dalam hal ini bukan akun Twitter SBY yang kemudian menjadi representasi SBY, tapi malah sebaliknya. Justru SBY yang muncul di konferensi pers maupun pidato terbuka yang malah jadi representasi dari akun SBY. Artinya, apa yang disampaikan SBY di Twitter lebih dianggap sebagai realitas daripada segala macam ucapannya di dunia nyata.
Pada akhirnya, kicauan yang sedianya digunakan sebagai persentasi personal SBY memang benar-benar langkah brilian. Langkah brilian untuk menjadikan SBY jadi dekat dengan rakyat, bahkan, mungkin terlalu dekat. Sampai-sampai rakyat, dalam hal ini netizen, menilai bahwa bukan mantan presiden yang hadir ke lini masa mereka, melainkan sosok lain, semacam selebtweet, yang kebetulan pernah menjadi presiden.
Sumber: tirto.co.id
Sumber: tirto.co.id
Bagikan
Sang Mantan Mendadak Seleb
4/
5
Oleh
adlin dalimunthe