Tuesday, 21 February 2017

PEMERINTAH VS FREEPORT: NU & MUHAMMADIYAH "PASANG BADAN"


Muhammadiyah Dukung Pemerintah Lawan Arogansi Freeport

Pimpinan Pusat (PP) Ormas Islam Muhammadiyah menegaskan sikapnya untuk berada di belakang Pemerintah RI untuk melawan sikap arogan PT Freeport (PTFI) yang masih belum mau mengikuti aturan baru pertambangan Indonesia.

Saya berharap, Presiden melalui Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignatius Jonan, tidak kalah dan mengalah dengan arogansi PTFI kali Ini. Publik pasti mendukung penuh upaya mengembalikan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia sepenuhnya untuk kepentingan rakyat Indonesia,” ucap Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam rilis di Jakarta, Senin, 20 Februari 2017.  
Muhammadiyah melihat sikap PT Freeport Indonesia yang masih menolak aturan perubahan baru dari perjanjian Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Hal ini dianggap Muhammadiyah sama saja mengabaikan undang undang yang berlaku di Indonesia.

Dalam hemat pandangan para pakar Muhammadiyah, yang disampaikan oleh Dahnil, bahwa sikap Menteri ESDM Ignatius Jonan menuntut Freport menaati aturan IUPK dengan membangun smelter di dalam negeri dan melakukan divestasi saham 51 persen adalah sudah tepat. Dahnil juga menambahkan langkah menghentikan arogansi Freeport itu akan menjadi legacy positif buat masa depan pengolahan SDA Indonesia.

"Jadi, pemerintah harus tunjukkan bahwa kita adalah negara berdaulat, dan upaya hilirisasi terhadap pengelolaan SDA harus betul-betul dilakukan, bila pun tidak dieksplorasi saat ini, di masa yang akan datang akan sangat bermanfaat bagi generasi selanjutnya,” jelas Dahnil, seraya menegaskan kembali sikap Muhammadiyah yang siap berada di belakang pemerintah menjaga konsistensi melawan arogansi perusahaan tambang Amerika Serikat itu.

"Pemerintah melalui Menteri ESDM menghentikan perspektif ekonomi Myiopic alias rabun jauh yang gemar mengeksploitasi lupa kebutuhan masa depan, dan langkah pertama sudah tepat," tandas Dahnil. 

Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan menegaskan realisasi divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia sudah tidak bisa ditawar lagi untuk mengakhiri 50 tahun rezim kontrak karya di Papua. ”Divestasi 51 persen memang harus sekarang juga,” tambah Jonan. 

Untuk diketahui, izin ekspor konsentrat PT Freeport telah dihentikan oleh pemerintah sejak 12 Januari 2017. Akibat dari kebijakan itu, sejak 10 Februari 2017 PT.Freeport menghentikan sementara proses produksinya. Hingga berita ini diturunkan, Freeport belum juga menyatakan mau mengikuti kebijakan pemerintah terkait perubahan status kontrak karya. 

Bahkan, melalui Freeport McMoran (kantor pusat Freeport di Amerika Serikat) mengancam akan memangkas produksi dan mengurangi sekitar 30 ribu tenaga kerja Indonesia jika larangan ekspor tidak juga diakhiri. Saat ini ada sekitar 30.000 karyawan Freeport, baik karyawan permanen maupun karyawan perusahaan kontraktor dan privatisasinya yang bekerja di area pertambangan di Tembagapura, Mimika, Papua.

Buntut dari penolakan PT.Freeport Indonesia yang tidak mau merubah perjanjian dari KK (Kontrak Karya) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) -- sebagaimana mestinya aturan baru pertambangan, akhirnya menggelinding ke ranah politik atas dasar nasionalisme. 

Di mana Menteri ESDM, Ignasius Jonan, menggelar pertemuan dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj di kantor Kementerian ESDM, tadi pagi, Senin (20/2). Pertemuan satu jam lebih itu, dikatakan Said Aqil sebagai bentuk dukungan PBNU kepada pemerintah dalam menghadapi polemik PT Freeport Indonesia. 

NU Siap Pasang Badan


”Saya di sini diskusi, mendukung, memberi masukan tentang Freeport, bahwa saya di belakang Pak Menteri Jonan," kata Said Aqil, usai pertemuan di Kementerian ESDM.

Menurut Said Aqil, Kementerian ESDM mengeluarkan peraturan dengan tetap berpegangan pada Undang-Undang Minerba yang ada, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2017, sebagai revisi dan tindak lanjut peraturan yang telah terbit sebelumnya.

”Keputusannya sudah tepat. Kita harus punya sikap yang tegas, walaupun selama ini katakanlah Freeport telah berjasa membangun Papua, dan perekonomian nasional. Tapi bagaimana pun harus tunduk pada undang-undang. Harus ikut undang-undang kita. Mudah-mudahan Pak Jonan diberi kekuatan menghadapi keadaan ini,” imbuh Said Aqil. 

Sikap PBNU pada hari yang sama ini juga sejalan dengan sikap Pimpinan Muhammadiyah. Posisi PBNU dan PP Muhammadiyah adalah sebagai mitra masyarakat yang mengawal kebijakan Pemerintah RI atas dasar nasionalisme yang didorong rasa keadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam di perut bumi Indonesia. 

”Pokoknya harus tunduk pada UU. Mereka di Indonesia loh. Peraturan harus Indonesia. Peraturan yang sudah keluar dari Pak Menteri sudah sangat rasional, objektif, sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak,” jelas Said, lagi.

Melihat betapa pentingnya "pertandingan" melawan freeport bagi keummatan. Ummat Islam harus menyatakan sikap. Beda dengan kasus Ahok yang sedang bergulir, Islam harus berada dibelakang pemerintah melawan freeport.(arh dari berbagai sumber)

Bagikan

Jangan lewatkan

PEMERINTAH VS FREEPORT: NU & MUHAMMADIYAH "PASANG BADAN"
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.